CATATAN ANALIS: Jangan Mabuk Amarah ke Arab Saudi
DIPANCUNGNYA Ruyati, tidak bisa dipungkiri telah menyakiti seluruh rakyat Indonesia. Berbagai tuntutan juga dilayangkan kepada Arab Saudi. Bahkan, pemerintah memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia. Ide boikot haji pun muncul.
Akhirnya, DPR pun juga bersuara keras, untuk melakukan langkah tegas dan mengutuk perbuatan biadab memancung warga Indonesia tanpa pemberitahuan. Dalam Rapat Kerja dengan Menlu Marty Natalegawa, sang Menteri telah mengirim nota protes ke Arab Saudi.
Bagaimanapun, opini telah membawa situasi psikis rakyat Indonesia berang dan membenci cara Arab Saudi memancung Ruyati, hingga memendam mabuk amarah yang jika tidak dikendalikan, bisa berakibat negatif di kemudian hari. Saya menghimbau, mabuk amarah kepada Arab Saudi sebaiknya tidak diteruskan. Mengapa?
01. Tidak mengurangi rasa duka cita mendalam kita pada keluarga korban, sebaiknya peristiwa pemancungan Ruyati dijadikan wahana koreksi diri terhadap sistem perekrutan, pelatihan, dan pengiriman TKI/TKW kita ke luar negeri, khususnya ke Arab Saudi dan malaysia yang banyak terjadi kasus serupa.
02. Introspeksi tersebut penting, sehingga memberi manfaat positif pada perusahaan pengerah TKI/TKW agar menyadari bahwa pengiriman warga negara sebagai tenaga kerja ke luar negeri ternyata bukan hanya soal uang dan kuota. Namun lebih dari itu, Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang berjumlah hampir 600 perusahaan, wajib hukumnya memberikan bekal bahasa, ketrampilan, sumber daya manusia, serta ketrampilan melayani orang dengan baik.
Sehingga, pengiriman TKI/TKW mendatang, benar-benar sebuah pengiriman tenaga siap pakai. Tidak ada lagi keluhan majikan yang mengaku jengkel kepada TKI/TKW kita. Tidak ada lagi istilah majikan menyiksa pembantu asal Indonesia hanya gara-gara salahpaham bahasa dan persepsi.
03. Pemerintah sebaiknya meninjau kembali MOU yang telah dibuat antara Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi. Jangan-jangan, penyiksaan yang terjadi di dalam rumah oleh majikan kepada pembantu asal Indonesia, terjadi justru karena MOU tersebut. Majikan tidak bisa memecat begitu saja terhadap pembantu asal Indonesia, karena terkait MOU/aturan yang telah disepakati. Akibatnya, pembantu tidak bisa juga mengundurkan diri ketika terjadi kekerasan oleh majikan, dan sebaliknya, majikan juga tidak bisa memutus kerja pembantu karena terikat perjanjian.
04. Kita juga harus menilik kembali, apakah seorang TKI/TKW mengerti apa yang telah ditandatangani saat berangkat dan memasuki rumah majikan. Semangat hidup di luar negeri boleh saja membara, namun juga harus teliti terhadap pasal-pasal perjanjian antara perusahaan pengerah tenaga kerja, calon pembantu, dan user pembantu di Arab Saudi. Jika calon TKI/TKW sudah mengerti betul isi perjanjiannya, secara otomatis si calon TKI/TKW tidak akan mengalami kejadian buruk di kemudian hari.
05. Saya mensinyalir, para calon TKI/TKW belum mengerti terhadap apa yang telah ditandatangani pada perjanjian terkait hubungan dirinya, majikan, dan perusahaan penyalur. Karena kondisi itu, maka peristiwa penyiksaan, penganiayaan, bahkan pembunuhan dan juga hukum pancung, akan terus terjadi.
06. Semua penyelesaian soal TKI/TKW, bukan hanya pada pemerintah Arab Saudi semata, namun juga lebih banyak pada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kita sendiri.
Mustofa B. Nahrawardaya
Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF)
0 comments:
Post a Comment